Bahaya berbuat curang dalam ujian

Dalam proses belajar formal di sekolah atau di universitas tentu kita tidak asing dengan istilah ujian. Ujian ini merupakan tahapan untuk mengukut kemampuan pribadi kita dalam memahami meteri pembelajaran/perkuliahan yang telah dipelajari. Hasil dari ujian tersebut merupakan gambaran tentang kemampuan kita dalam bidang tersebut dan menjadi bahan refleksi untuk pengingatan atau perbaikan di masa depan. Namun, dalam kenyataanya banyak diantara kita yang kurang memahami fungsi dari ujian tersebut dan lebih tertuju pada hasil akhir atau perolehan nilai yang tinggi, tidak jarang untuk tercapaian tujuan tersebut peserta ujian akan mencontek atau curang dalam ujian. Hasilnya mungkin saja pelaku akan mendapatkan nilai tinggi dan dapat dinyatakan lulus, namun apakah nilai tersebut benar-benar mencerminkan kemampuannya? Disini pelaku telah membohongi diri sendiri dan juga orang lain, dimana kemampuan si pelaku yang sebenarnya tidak terukur, terlihat sepel dan tidak berbahaya kan, apakah benar kondisi ini tidak berisiko?

Berikut bahaya yang mengancam di masa depan bagi pelaku curang tersebut 

  • Membohongi diri sendiri dengan kompetensi semu, dimana sebenarnya kemampuan pelaku yang mencontek tidak sebaik itu namun ilusi nilai tinggi membuatnya tidak belajar dan berkembang
  • Mencerminkan integritas yang buruk, dimana dalam hal kecil untuk peningkatan kemampuan dirinya saja sudah bohong, apalagi hal besar, perilaku ini akan menjadi kebiasaan buruk dan menyebabkan nurani menjadi tumpul.
  • aat berkarir, kompetensi seseorang tentu diharapkan dapat memberikan kontribusi yang maksimal dalam bekerja, namun karena ilusi kompetensi dimana nilai tinggi yang tidak mencerminkan kemampuan sebenarnya maka akan menjadi batu sandungan dalam bekerja karena kompetensi yang diharapkan tidak muncul, akibat yang paling fatal adalah dapat membahayakan nyawa orang lain ataupun dipecat dari pekerjaan.
  • Kompetensi serta pemahaman yang kurang akan sebuah materi dapat menyebabkan pelaku mencontek memberikan arahan atau pandangan yang salah dan menyesatkan banyak pihak, tentu ini bisa terjadi jika si pelaku mencontek dipercaya dalam suatu bidang karena nilai yang tinggi
  • Mempermalukan diri sendiri saat mempraktekan kompetensi yang diminta, karena terdapat gap yang besar antara kompentesi yang dicerminkan oleh nilai dan komptensi sebenarnya, bayangkan saat diberi tanggung jawab karena si pelaku dianggap memiliki komptensi yang tercermin dari nilai tinggi tetapi pada kenyataanya kemampuannya kurang dan tidak bisa diandalkan dalam pekerjaan tersebut
Sebagai umat islam, Rasulullah telah mencontohkan dengan sifat shidiq (jujur). Akhlak jujur seperti Rasulullah tersebut wajib dimiliki juga oleh setiap muslim dan muslimah dimana dan kapanpun berada.
 
Kejujuran sangat dijunjung tinggi dalam islam. Allah SWT mensifati diriNya dengan sifat jujur:
 
اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ لَيَجْمَعَنَّكُمْ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا رَيْبَ فِيهِ وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا

Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Sesungguhnya Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah ?”
(Qs. an-Nisa’: 87)

sumber : binus.ac.id dan muhammadiyah.or.id

Scroll to Top